{[['']]}
Hampir di setiap waktu pada setiap kesempatan kita akan berjumpa dengan orang–orang yang memakai perhiasan dengan batu-permata,terutama dalam bentuk cincin untuk para pria dan dalam bentuk kalung, gelang ataupun giwang bagi wanitanya. Sebagian dari mereka tentu telah memilih batu permata yang dipakainya secara cermat dan hati-hati, karena mereka telah mahfum bahwa sebentuk batu permata yang berkualitas prima itu memang pantas untuk dihargai sebagai suatu karya seni sehingga mungkin mereka telah membayarnbya dengan harga yang cukup tinggi. Namun sebagian lain dari mereka mungkin telah membeli dan memakai batu permata hanya karena mengikuti kebiasaan tanpa mengetahui dengan pasti tentang karakteristik, mutu atau nilai etetikanya.
Misalnya, cobalah tanyakan pada tetamu yang duduk disebelah anda pada suatu perjamuan, apakah batu cincin berwarna biru bening yang dia pakai itu dari jenis topaz?? Maka mungkin dia akan tersentak atau bahkan tersenyum sinis (karena mengira anda buta warna!). Sebab menurut pengertiannya : “Toh semua orang juga sudah tau bahwa batu topaz itu kuning warnanya. Padahal sudah jelas batu cincinku ini berwarna biru. Dan kita kan juga tau bahwa batu biru itu sapphire namanya!?” Weleh, weleh, belum tau dia rupanya bahwa batu topaz itu bisa juga berwarna biru, coklat, putih-bening atau bahkan merah. Dan kalo dia mengira bahwa semua sapphire itu pasti berwarna biru, tentunya karena dia mengacu pada istilah “Blue-Sapphire” yang sudah terlanjur popular itu.
Itulah sekedar gambaran yang terkadang kita jumpai di Negara ini, atau mungkin juga di Negara-negara lain yang kita anggap telah lebih maju tingkat pendidikan masyarakatnya. Memang walaupun umat manusia telah menyukai batu-batu permata sejak zaman baheula, tetapi kenyataanya tidak banyak diantara kita sekarang ini yang lebih tau tentang seluk beluk perihal kebatupermataan ketimbang katakana misalnya, Ratu Cleopatra yang hidup di Mesir sekian ribu tahun yang lalu. Padahal Sri Ratu yang heboh dan sudah termasyur akan kecantikanya itu jelas belum mengenal computer dan televise yang konon kabarnya sarat informasi!
Itu sebabnya sebelum kita masuk ke dalam bahasan secara umum tentang batu permata ini , ada baiknya kalo kita awali dengan pemahaman bersama bahwa, apapun juga persepsi kita tentang sebentuk batu permata, pada hakekatnya secara fisik dia itu tetap saja hanyalah sepotong benda padat bernama batu, sebagian salah satu wakil dari semua jenis bebatuan lain sebagai komponen utama bangunan kerak bumi yang kita huni bersama ini. Dan karena kerak bumi terdiri atas kumpulan mineral-mineral yang terbentuk dari cairan bara magma di perut bumi, jadilah kita pada kesimpulan bahwa batu permata itu tak lain dan tak bukan adlah mineral juga (walaupun tidak semua mineral selalu berwujud batu, karena dia bisa juga berupa cairan dan gas).
Pada giliranya, pertanyaan berikut tentunya adalah : lalu apa yang dimaksud dengan mineral itu? Mineral pada umumnya kita pahami sebagai komponen dari suatu benda yang telah tercipta secara alami , dengan formula kimia yang berbeda-beda, dan dengan rumus yang ternyata memang telah di bakukan sejak dari sononya. Adapun susunan kimia itu bisa berbeda-beda, tergantung pada perbedaan komposisi kimiawi serta jumlah atom, ion dan molekulnya. Agak terlalu lugas, mungkin, tetapi setidaknya uraian sederhana ini akan cukup membantu dalam upaya kita untuk memahami secara lebih komprehensip seputar komoditas yang kita sebut sebagai batu permata ini.
Sumber :
Fakta Fenomena dan Pesona Batu Permata, oleh Bapak Slamet Rahardjo. UP Sinar Ratna, Surakarta.
Posting Komentar